Atas laporan itu, Kepala Dinas Sosial PMD, Fitri Agus Karo-karo, Jumat (23/5) di ruang kerjanya mengaku telah menjalankan bantuan sosial tersebut sesuai juknis.
“Terkait bansos penguatan ekonomi nasional (Pena) dari kemensos yang bersumber dari APBN. Kalau ada isu indikasi-indikasi korupsi, bahwa kita sudah menjalankannya sesuai keputusan Direktur Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial,” kata Agus.
Dirinya mengaku, bahwa tugas Dinas Sosial sebagai sinergitas dalam mempertanggung jawabkan membantu kemensos dalam pengendalian dan pengawasan bansos tersebut agar tepat penggunaannya.
“Namun, terkait sisi pengelolaan keuangannya Dinas Sosial tidak menjadi KPA, PPK, PPTK dan tidak menjadi bendahara. Kita hanya sebatas membantu kemensos dalam hal pengawasan bansos tersebut agar tepat penggunaannya,” jelasnya Agus.
Lanjut Agus, uang bansos ditransfer langsung ke rekening masyarakat sejumlah Rp 5 juta, kemudian uang tersebut dipergunakan untuk membeli alat untuk menopang ekonomi sesuai dengan pekerjaan. Menurut Agus, masyarakat Kenegerian Sihotang di dominasi bekerja sebagai petani.
“Apabila masyarakat petani maka kita harus memastikan uang itu membeli alat pertanian seperti cangkul, mesin babat, bibit, pupuk dan lain sebagainya. Dan itu harus kita pastikan melalui pendamping sosial yang telah di SK kan oleh PPK Kemensos, yaitu ada 30 orang pendamping sosial yang beranggotakan dari perangkat desa dan pendamping PKH kita,” terangnya.
Terkait adanya tudingan bahwa bansos yang senilai Rp 5 juta tidak sesuai peruntukannya, Agus mengatakan bahwa sebelumnya pihaknya bersama Kepala Desa Sampur Toba, Dolok Raja, Siparmahan, Camat Harian dan pihak Bumdesma Marsada Tahi telah mengadakan rapat.
“Dalam rapat itu kita putuskan untuk menawarkan dan memberikan ruang kepada Bumdes untuk menawarkan barang kepada masyarakat, mana tahu masyarakat mau membeli (tanpa ada pemaksaan). Kepada Bumdes juga kita sampaikan, terkait harga harus kompetitif. Dan kita tekankan kepada Bumdesma agar kepada masyarakat kita kasih daftar harga sebelum dia menandatangani bon pesanan barang tersebut,” imbuhnya.
“Mengapa Bumdesma? Kalau kita rekomendasikan atau kita berikan kepada salah satu toko. Itu akan menjadi bahan pertanyaan, kenapa gak toko A, B dan C. Maka kita putuskan melalui rapat, Bumdes lah diberikan kesempatan untuk menjual dan menawarkan barang atau alat itu kepada masyarakat. Ini Bumdes, dengan opsi pertimbangan kalaupun Bumdes mendapatkan untung, maka keuntungan tak untung pribadi, justru keuntungan itu akan kembali lagi ke desa dan meningkatkan PAD desa, sehingga Bumdes di Samosir meningkat dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan di desa,” lanjutnya.
Maka kalau dikatakan mark up sebutnya, sebenarnya transaksi jual beli itu antara masyarakat dengan Bumdes. Ketika masyarakat dengan Bumdes sudah deal (sepakat) transaksi jual beli tersebut adalah merupakan urusan internal. “Kalau itu dikatakan murk up, ya itu kita berikan ruang kepada tenaga ahli, nantinya” bebernya.
Agus mengaku telah dua kali dipanggil oleh pihak Kejari Samosir untuk dimintai keterangan terkait laporan dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial tersebut. “Saya sudah dua kali dimintai keterangan, keterangan saya ya saya sampaikan seperti ini juga dan tidak berubah,” sebutnya.
Terkait juga pemindah bukuan, Agus mengatakan, bahwa ketika sudah ada pesanan barang dan juga telah sepakat antara masyarakat dengan Bumdes, pihaknya mengeluarkan surat permohonan pemindah bukuan kepada Bank Mandiri, untuk memindah bukukan uang tersebut.
“Tapi surat permohonan itu hanya sebatas permohonan dan sekaligus pemberitahuan kepada Bank Mandiri selaku bank penyalur bahwa masyakarat sudah sepakat dengan Bumdes untuk melakukan transaksi jual beli barang guna menopang ekonominya sesuai dengan pekerjaannya. Terkait bagaimana sebenarnya mekanisme uang itu dipindah bukukan atau dicairkan, itu diatur melalui mekanisme SOP Perbankan,” ucap Agus.
Dijelaskan lagi, melalui perjanjian kerja sama Kemensos dan pihak Bank Mandiri tertuang, bahwa pihak Bank Mandiri mempunyai tugas dan bertanggung jawab untuk membagikan dan memberikan buku rekening kepada masyarakat yang telah membuka rekeningnya melalui pembukaan buku rekening kolektif (burekol).
“Untuk urusan pembagian buku rekening bukan menjadi tugas pendamping sosial kami. Seutuhnya masalah bagaimana mekanisme uang tersebut dipindah bukukan atau dicairkan dan pembagian buku rekening adalah tugas dari pihak bank yg diatur melalui regulasi atau SOP Perbankan,” tukasnya.
Sementara Kasi Intel Kejari Samosir Richard Nayer Simare-mare ketika ditanyai perkembangan atas laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial, ia mengatakan bahwa laporan tersebut masih ditangani oleh Kasi Pidsus.
“Masih ditangani Kasi Pidsus, nanti saya temui Kasi Pidsus ya,” kata Richard.(Romual Tobing)